aku memandang rembulan di jendela angkot malam itu. terkadang tersaput mega tipis, cahayanya berebut dengan lampu-lampu mercuri setiap ruas jalan, yang menyisakan kelelahan siang itu. peluh-pleuh mengalir deras walau malam kian menanjak. teriakan dan umpatan memakakn telinga yang berebut dengar dengan suara musik box setiap mobil berlalu lalang.
kota yang masih selalu terbangun walau waktu telah setengah malam. tak ada kebeningan disini bahkan diruang ini juga. semua berteriak lantang, dimana-mana. melintasi kota yang semakin ringkih dengan polutan berdesakan di pinggir jalan dikali, di gubuk di manapun. berantagonis dengan villa mentereng perumahan dan kawasan elit. disini menguntai semua rizki untuk selalu nyaman.
lewati malam seruas jalan kota ini hanya memabukan kepala yang pening. meradang kesetiap sudut kota. disini tak ada lagi rasa . dan seharusnya aku lebih garang. memandang semua ini. atau harus ditelan malam dengan seribu teriakan dan polutan. kota yang tak lagi ramah. kutinggalkan dengan masgul sambil kupandang rembulan yang tersaput mega.
lewati malam seruas jalan kota ini hanya memabukan kepala yang pening. meradang kesetiap sudut kota. disini tak ada lagi rasa . dan seharusnya aku lebih garang. memandang semua ini. atau harus ditelan malam dengan seribu teriakan dan polutan. kota yang tak lagi ramah. kutinggalkan dengan masgul sambil kupandang rembulan yang tersaput mega.